PERTANYAAN
Assalāmu’alaikum.
Ustadz, ini mumpung bulan Muharram, saya ingin
mengajukan pertanyaan. Teman-teman di kantor sedang
ramai-ramai ingin hijrah, sebagian
ada yang menutup rekeningnya dari Bank konvensional, lalu membuka rekening di
Bank Syariah. Ada juga yang memulai mengenakan jilbab. Sebagian lagi ada yang
memulai hidup syar'i dengan melakukan jual beli emas dan seterusnya. Saya rasa
ini gerakan orang kantoran yang cukup menggembirakan. Kebetulan saya juga ikut gerakan ini dengan memindah
dana ke Bank Syariah untuk segala keperluan, dengan niat hijrah menghindari
riba. Namun, saya mengalami kendala. Bank
syariah dimana uang milik saya disimpan, bukan Bank syariah yang berafiliasi ke Bank konvensional. Karena tidak semua transaksi di negara kita
bisa dilakukan dengan produk syariah, mitra saya kadang ngeluh karena kesulitan
melakukan pembayaran. Jika saya kembali membuka rekening
ke Bank konvensional untuk memudahkan transaksi, apakah termasuk riba juga?
Mohon penjelasan, terimakasih.
JAWABAN
Wa’alaikum salām.
Terimakasih atas kepercayaan saudara penanya terhadap rubrik konsultasi
populer Majalah Tabligh. Fenomena yang saudara lukiskan di awal
pertanyaan merupakan pertanda telah terjadi semangat beragama dalam masyarakat
kelas menengah. Hal ini tentu kita syukuri dan kita berharap agar fenomena ini
disambut baik oleh lembaga keuangan syariah dengan peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia dan perbaikan Manejemen.
Selanjutnya, untuk menjawab pertanyaan saudara dapat kami sampaikan hal-hal
berikut;
Pertama, bunga (interest) sebagaimana yang umumnya dipraktekkan dalam
perbankan merupakan bagian dari riba. Sementara Allah SWT dan rasul-Nya telah
mengharamkan riba. Karenanya, semua upaya untuk menghindari riba mendapatkan
pahala disisi-Nya. Meski memang disadari bahwa upaya itu tidaklah mudah. Namun,
komitmen orang beriman sudah tentu hidupnya hanya berorientasi pada pahala dan
ridha-Nya.
Kedua, aktifitas
perbankan termasuk pembukaan rekening untuk lalu lintas keuangan adalah bagian
dari mu’amalah. Dalam bermu’amalah, seseorang diperbolehkan mengambil kemudahan
yang didasarkan pada aspek mashlahat, baik yang bersifat umum maupun
individu.
Ketiga, dalam bermu’amalah sebaiknya dilakukan dengan prinsip-prinsip syariah. Diantara
prinsip pokok dalam bermu’amalah adalah menjauhi riba. Namun, bila mendapat kesulitan
dapat mengambil kemudahan sekedar melepaskan diri dari kesulitan. Dasar yang
dapat digunakan adalah;
1. Hadis Nabi saw
riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, Daruqutni dari Aisyah, dan Ahmad dari
Ubadah bin Shamit.
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Seseorang tidak boleh membahayakan diri sendiri dan
orang lain”.
2. Kaidah ushul
الضرورة تبيح المحظورات
“Keadaan darurat mengharuskan kemudahan/jalan keluar”.
3. Kaidah fikih
الأمر إذا ضاق اتسع.
“Perkara yang membawa pada kesulitan mengharuskan adanya
kelapangan”.
Ketiga dalil diatas, perlu dijelaskan alur penggunannya agar tidak
menimbulkan kesalah pahaman. Kasus yang saudara penanya alami, lebih tepat
dikategorikan sebagai hājat, bukan dharūrat. Kategori darurat
biasanya digunakan terkait dengan sesuatu yang mengancam jiwa. Artinya, sesuatu
disebut darurat apabila menyangkut keselamatan jiwa sehingga membolehkan mengkomsumsi
sesuatu yang haram (harām lidzātih). Sementara bunga Bank, tingkat
keharamannya adalah harām lighairih, haram karena sebab yang lain.
Karenanya, hadis lā dharara walā dhirāra dan kaidah al-dharūrah tubīh
al-mahdzūrāt dapat diterapkan dalam masalah ini. Sedangkan kaidah fikih, al-amru
idza dhāqa ittasa’a, digunakan pada kasus-kasus (selain ancaman keselamatan
jiwa) yang memerlukan jalan keluar. Kaidah ini sama dengan, al-masyaqqah
tajlib al-taisīr, keadaan yang sulit mengharuskan adanya kemudahan. Kiranya,
kedua kaidah fikih tersebut sangat tepat digunakan untuk kasus yang saudara
penanya alami.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, rencana saudara untuk
membuka rekening di bank konvensional dengan tujuan seperti yang saudara
sampaikan, tidak dikategorikan sebagai riba. Sebab, saudara tidak menabung dan
juga tidak meminjam uang pada perbankan konvensional. Sehingga, celah untuk
berurusan dengan bunga bank sangat kecil. Di samping itu, kepemilikan rekening
konvensional dapat dikategorikan sebagai kemudahan (al-taisīr) dari
kesulitan yang saudara hadapi (al-masyaqqah), juga dapat dianggap
sebagai jalan keluar (al-mahdzūrāt) atas kesulitan (al-dharūrah) yang
saudara alami. Tapi perlu diperhatikan agar “jalan keluar” disini dipahami sebagai
solusi sekedar membebaskan diri dari kesulitan, artinya pembukaan rekening
tersebut benar-benar hanya untuk lalu lintas keuangan yang bertujuan untuk maslahat
yang menyangkut pribadi sekaligus orang lain. Wallāhu a’lam bisshawāb.
[]
Dijawab oleh Asrul Jamaluddin
(Kyai Rumah Tarjih Kauman dan dosen prodi ilmu hadis UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta)
KOMENTAR