"Semoga Sumatera Barat menjadi pendukung negara Pancasila". Inilah di antara cuplikan pidato Puan Maharani ketika meresmikan pasangan Cagub-Cawagub Sumbar. Pidato tersebut mendapat respon yang sangat keras dari masyarakat Minangkabau di ranah dan di rantau.
Sebenarnya pernyataan Puan itu tidak ada yang salah, karena yang dia maksud adalah Pancasila yang lahir tanggal 1 Juni 1945 diyakini oleh PDIP, yaitu Pancasila yang diperas menjadi Trisila dan Ekasila.
Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang Berkebudayaan, sesuai pidato yang disampaikan oleh Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
Puan sangat tahu bahwa masyarakat Sumatera Barat tidak mendukung Pancasila versi PDIP tersebut, tetapi mendukung Pancasila yang shah dan yang berlaku sekarang yaitu Pancasila yang lahir tanggal 18 Agustus 1945.
Mohammad Hatta ketika ditanya Kibagus Hadikusumo pada tanggal 18 Agustus 1945 itu tentang Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai ganti Piagam Djakarta versi 21 Juni yang dicoret, beliau menjawab dengan tegas "Tauhid". Sedangkan menurut PDIP sebagaimana RUU-HIP yang diajukannya bukanlah "Ketuhanan Yang Maha Esa" tetapi "Ketuhanan Yang Berkebudayaan".
Bagi umat Islam khususnya masyarakat Sumatera Barat tentu kalimat "Ketuhanan Yang Berkebudayaan" sangat bermasalah, karena telah mendegradasi Tuhan dan Agama berada di bawah kebudayaan yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Jadi Tuhan diposisikan berada di bawah kemauan budi dan akal manusia.
Jadi ini adalah pandangan politik dan pilihan politik di Negara demokrasi. Jadi bagi mereka yang setuju dengan Pancasila yang diyakini dan diperjuangkan oleh Puan Maharani dan PDIP, tentu mereka akan memilih pasangan cagub dan cawagub Sumatera Barat yang diusung oleh PDIP dan sekutunya.
Saya rasa begitu, ya terserah orang-orang Sumatera Barat yang menjawabnya.
Wassalamualaikum ww
Risman Muchtar
KOMENTAR