وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاِمَا
Dan orang orang yang
berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada
kami isteri-isteri kami
dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa. [Q.S. Al-Furqãn/25:
74].
Ayat di atas menjelaskan tentang doa
hamba-hamba Allah ('ibãdurrahmãn) yang
mengajukan permohonan kepada Allah untuk dianugerahi isteri dan
anak-anak yang memiliki sifat dan akhlak yang dapat menyejukkan hati, dan
memohon kepada Allah agar mereka diberikan oleh Allah kepercayaan untuk menjadi
pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.
Al-Qurthubi menjelaskan
dalam tafsirnya:
وقال : " إماما " ولم يقل " أئمة " على الجمع ; لأن الإمام مصدر . يقال : أم القوم فلان إماما
Dia berkata, "Imãman", dan tidak berkata "Aimmatan" dalam bentuk jamak, karena sesungguhnya
kata "imãman" adalah bentuk mashdar. Dikatakan, ‘Fulan memimpin sebuah kaum
sebagai imam’. Maksudnya dalam ayat ini pemimpin suatu kaum.
Dalam pengertian yang lebih luas kaum dapat diartikan
sebuah bangsa, jadi bukan hanya untuk imam shalat, tetapi
pemimpin dalam seluruh urusan masyarakat Doa yang berisi, "Jadikan kami
pemimpin orang-orang yang bertakwa”.
Ungkapan yang ringkas tetapi mendalam. Maksud
ayat ini menjelaskan metode kepemimpinan dalam politik Islam, bahwa orang-orang
yang bertakwa haruslah
dipimpin oleh orang-orang yang bertakwa juga. Tidaklah pantas orang-orang yang tidak bertakwa menjadi
pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.
Firman Allah ini juga menjelaskan salah satu
keunikan manhaj Islami
dalam perjungan politik,
bahwa tugas menegakkan kepemimpinan atau politik lslam bukanlah
hanya dalam usaha mendapatkan kekuasaan saja tetapi juga melalui
usaha melahirkan masyarakat yang akan menjadi pendukung sistem politik tersebut.
Allah SWT mengingatkan bahwa sistem politik
Islam adalah hasil perpaduan yang kuat antara pembangunan masyarakat yang
bertakwa dan usaha menegakkan pemerintah. Pemerintahan yang Islami hanya akan
lahir dari sebuah masyarakat yang bertakwa.
Oleh sebab itu haruslah dipahami bahwa
untuk mencapai tujuan perjuangan umat Islam dalam melahirkan kepemimpinan Islam
tidak sepenuhnya berorientasi pada perebutan kekuasaan tetapi disusun teratur
dan menyeluruh dalam tahap-tahap diperlukan, dimulai dari mempersiapkan
individu muslim, keluarga Islam, masyarakat Islam dan selanjutnya pemimpin yang
Islami.
Sebuah atsar sahabat mengingatkan bahwa “Kama takunu yuwalla alaikum” maksudnya, seperti apa kamu, begitulah
pemimpin kamu. Maksudnya, bahwa pemimpin yang beriman dan bertakwa itu hanya akan lahir dari sebuah
masyarakat yang beriman dan bertakwa pula.
Dari masyarakat yang jauh dari
nilai-nilai dan ajaran Islam, katakanlah masyarakat yang fasiq dan munafiq tentu
akan melahirkan pemimpin yang fasiq dan munafiq pula. Dari
sebuah masyarakat yang mencintai dunia, juga akan melahirkan pemimpin yang
cinta dunia, yang berfikir dan
berbicara untuk kemakmuran dunia, tetapi jauh dari nilai-nilai iman dan takwa kepada
Allah SWT.
Ali bin Abi Thalib RA pernah ditanya tentang
perbedaan kepemimpinannya dengan Abu Bakar RA, beliau menjawab, “Abu Bakar
memerintah orang seperti aku sedangkan aku memerintah orang seperti kalian”. Jadi mengharapkan satu kepemimpinan Islam dari
suatu masyarakat yang fasik adalah sebuah mimpi, sekalipun tidak dapat
dikatakan sebuah hal yang mustahil.
Berdasarkan pemikiran di atas maka salah satu
strategi penting untuk melahirkan sebuah kepemimpinan dan pemerintahan yang
mengikuti ajaran dan konsep Islam adalah melalui program pendidikan, yaitu
menyiapkan generasi muslim yang beriman dan bertakwa kepada
Allah SWT.
Di antara kata hikmah mengatakan "syubbãnul yaumi, rijãlul ghaddi", pemuda hari ini, pemimpin masa depan.
Menyiapkan pemimpin yang Islami di antaranya dengan melakukan langkah-langkah
menyiapkan generasi penerus melalui latihan-latihan kepemimpinan dengan tujuan
mencetak pemuda-pemuda muslim menjadi calon pemimpin yang kuat aqidahnya, mantap ibadahnya, baik akhlaknya, memiliki kompetensi keilmuan,
kemampuan dalam memimpin, serta memiliki integritas diri yang kuat dan
konsisten dalam perjuangan. Selain itu calon pemimpin muslim itu juga harus
kuat dari segi ekonomi, memiliki basis kehidupan yang kuat, sehingga mereka
tidak mudah terpengaruh oleh godaan-godaan uang dan jabatan yang pada
gilirannya dapat menjadikan mereka sebagai kader-kader yang mempunyai
sifat hipokrit dan oportunis dan melupakan jati dirinya sebagai kader-kader
pemimpin muslim yang akan memperjuangkan izzul Islam wal muslimin.
Betapa banyak hari ini kita melihat
kader-kader pemimpin muslim yang telah dibina di kancah perjuangan organisasi
kepemudaan Islam, tetapi setelah mereka jadi kemudian mereka berada pada
barisan lain yang berhadapan dengan kepentingan perjuangan Islam, dan itu tidak
lain adalah disebabkan mereka tergoda dengan harta dan jabatan. Mereka menjadi
kader-kader yang hipokritis dan oportunis, mereka masih bicara tentang
perjuangan Islam, akan tetapi kenyataannya mereka menjadi bagian dari
orang-orang yang akan menghancurkan kekuatan Islam dari dalam.
Dari
pemaparan di atas ada beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Setiap generasi muslim harus menyiapkan
kader-kader pemimpin yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
2. Langkah-langkah strategis yang dapat
ditempuh adalah melalui proses pendidikan dan pelatihan kepemimpinan pada
organisasi kepemudaan Islam.
3. Kader-kader pemimpin Islam haruslah
memiliki basis kehidupan ekonomi yang kuat, sehingga tidak mudah tergoda dengan
bujukan uang dan jabatan.
Fastabiqul Khairat, Nashrun Minallahi wa Fathun Qarieb. []
Penulis: Risman Muchtar
KOMENTAR