Di antara orang yang mendapat naungan di yaumil mahsyar
nanti, di mana tidak ada naungan selain dari naungan Allah SWT, yaitu orang
yang terpaut hatinya di Masjid, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
رجل معلق قلبه في المسجد
(kutipan hadist tujuh golongan yang mendapat naungan dari
Allah SWT).
Selama pemberlakuan jaga jarak dan menghindari kerumunan
orang banyak untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19, MUI mengeluarkan
fatwa bahwa untuk kawasan yang menjadi episentrum virus Covid-19 dan potensi
penyebarannya tinggi dan tidak terkendali, maka kegiatan ibadah di Masjid,
seperti shalat berjamaah dan shalat jumat ditiadakan, sampai-sampai shalat
iedul Fithri pun harus dilaksanakan di rumah masing-masing.
Sebenarnya, bagi orang-orang Islam yang selama ini jarang ke
masjid kecuali hari Jum'at, atau malah orang-orang yang mengaku beragama Islam
tapi tidak pernah mengerjakan shalat, kecuali shalat iedul Fithri dan iedul
adha atau memang tidak pernah sama sekali, ketika masjid terpaksa tutup untuk
kegiatan ibadah, bagi mereka tentu tidak ada masalah dan dianggap hal yang
biasa saja.
Berbeda dengan orang Islam yang hatinya sudah terpaut di
Masjid, mereka tentu sangat merindukan keadaan menjadi normal, supaya mereka
bisa menikmati kembali beribadah di Masjid.
Bagi umat Islam, Masjid bukanlah hanya sekedar tempat
beribadah, tetapi lebih luas dari itu Masjid adalah pusat ibadah, pusat dakwah,
pusat peradaban dan kegiatan sosial kemasyarakatan.
Memakmurkan masjid adalah syariat Islam sebagaimana firman
Allah SWT;
(إِنَّمَا یَعۡمُرُ مَسَـٰجِدَ ٱللَّهِ مَنۡ
ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ
وَلَمۡ یَخۡشَ إِلَّا ٱللَّهَۖ فَعَسَىٰۤ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ أَن یَكُونُوا۟ مِنَ ٱلۡمُهۡتَدِینَ)
Sesungguhnya yang
memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak
takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk
orang-orang yang mendapat petunjuk. [Surat At-Taubah 18]
Firman Allah SWT di atas mengisyaratkan bahwa orang-orang yang akan memakmurkan masjid dan menjadikan masjid
sebagai bagian penting dalam kehidupannya hanyalah terbatas bagi orang-orang
yang;
1. beriman kepada Allah dan hari akhir;
2. dan menegakkan shalat;
3. dan menunaikan zakat;
4. dan tidak takut kecuali kepada Allah;
5. dan orang-orang yang senantiasa berusaha untuk mendapat
hidayah dari Allah SWT.
Dengan adanya pembatasan kegiatan ibadah di Masjid selama
Covid-19 sebetulnya berdampak sangat serius, tidak hanya soal shalat jamaah dan
shalat Jum'at, tetapi banyak juga aspek lain, seperti kegiatan dakwah dan
pendidikan, kegiatan sosial berupa santunan yatim dan dhu'afa yang juga
terhenti, termasuk urusan kesejahteraan merbot dan karyawan masjid serta biaya
operasional masjid. Banyak laporan yang masuk, bahwa Pengurus Masjid terpaksa
merumahkan imam, muazzin, karyawan dan petugas kebersihan karena tidak ada dana
untuk membayar gaji/honor mereka, termasuk untuk membayar biaya operasional
listerik, air dan lain sebagainya. Sementara kita belum mendengar ada bantuan
pemerintah daerah untuk biaya operasional masjid selama diberlakukannya PSBB
khususnya di DKI Jakarta.
Menurut hemat saya, memasuki New Normal ke depan sekalipun
Covid-19 belum tuntas, Majelis Ulama Indonesia perlu mengupdate kembali
fatwanya tentang tuntunan ibadah memasuki New Normal dengan mempertimbangkan
kesehatan dan ikhtiar menjaga jiwa manusia, dan tidak kalah pentingnya
mempertimbangkan suasana batin umat Islam yang sudah sangat merindukan kembali
ke Masjid.
Jika pemerintah menyiapkan berbagai regulasi untuk relaksasi
di bidang ekonomi, maka MUI Pusat juga perlu mempersiapkan fatwa untuk
relaksasi di bidang Ibadah dengan tetap menperhatikan protokol medis sebagai
ikhtiar maksimal untuk menjaga kesehatan dan keselamatan jiwa manusia.
Nashrun Minallahi Wa Fathun Qarieb
Jakarta, 8 Syawal 1441 H
Risman Muchtar
Wakil Ketua Majelis Tabligh PPM
KOMENTAR