Matematika sebenarnya bukan hanya berhubungan dengan hitung-hitungan saja, sehingga pelajar yang atau anak-anak yang tidak terampil berhitung menjadi benci matematika. Matematika juga sebenarnya adalah ilmu untuk berpikir agar manusia bisa memecahkan masalah. Sehingga dengan pemahaman yang baru tentang matematika ini, semua orang perlu belajar matematika karena semua orang perlu keterampilan untuk memecahkan masalah khususnya masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika yang seperti ini jarang dipahamkan sejak awal kepada para siswa sehingga siswa tidak tertarik belajar matematika karena tidak merasakan manfaatnya secara langsung.
Pengalaman saya menjadi Pelatih Nasional Olimpiade untuk tingkat Sekolah Dasar sejak tahun 2003 menjadi sebuah pengalaman berharga dalam menemukan konsep pembelajaran matematika untuk melatih cara berpikir. Konsep itu saya beri nama Matematika Nalaria Realistik. Perkembangan terakhir tentang cara membuat anak supaya lebih mudah belajar matematika adalah menggunakan Matematika Tanpa Angka yang merupakan dasar dari Matematika Nalaria Realistik. Pada tulisan ini saya akan fokus membahas tentang Matematika Tanpa Angka, tujuannya agar orang tua bisa membuat putra-putrinya bisa menjadi cerdas dalam matematika dan bisa menjadi cerdas juga dalam bidang lain serta mampu memecahkan masalah kehidupan yang sedang dihadapinya.
Matematika Tanpa Angka
Saat ini banyak orang tua menganggap bahwa matematika itu adalah berhitung. Sehingga jika anaknya sudah bisa berhitung apalagi berhitung dengan cepat maka dianggap anaknya sudah menguasai matematika. Padahal matematika bukan hanya itu. Secara etimologi, matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathemata yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari” (Things that are learned). Dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.
Matematika juga berhubungan dengan aturan-aturan yang didapat dari kesepakatan-kesepakatan. Aturan-aturan tersebut dituliskan biasanya dalam bentuk lambang-lambang. Contoh orang sudah sepakat kalau lambang “1” adalah satu, lambang “2” adalah dua, lambang “3” adalah tiga, lambang “+” adalah tambah, lambang “=” adalah sama dengan. Dengan menggunakan penalaran diperoleh sebuah kesimpulan kalau satu ditambah dua maka hasilnya tiga. Sehingga jika dituliskan dalam bentuk lambang kesimpulannya adalah 1 + 2 = 3. Kalau ada kesepakatan baru misalnya kalau lambang “#” adalah satu, lambang “*” adalah dua dan lambang “&” adalah tiga. Maka berdasarkan penalaran yang sama akan diperoleh # + * = &. Pernyataan tersebut kita anggap benar kalau semua sepakat dengan lambang yang baru tersebut. Inilah matematika.
Matematika mengajarkan anak untuk memahami dan mentaati aturan-aturan sesuai kesepakatan-kesepakatan. Anak tidak boleh melanggar aturan yang sudah disepakati kalau tidak ingin dihukum atau hasil kerjanya disalahkan oleh guru. Sebenarnya dalam kehidupan nyata pun ada aturan-aturan yang sudah jadi kesepakatan dan harus di taati. Contoh dalam berlalu lintas, ketika lampu merah maka kendaraan harus berhenti. Saat itulah pejalan kaki harus berjalan menyeberangi jalan. Pada saat lampu hijau mobil berjalan maka pejalan kaki harus berhenti di pinggir jalan. Jika jalanan macet sehingga mobil berhenti di jalan pada saat lampu hijau, apa yang harus dilakukan ada pada saat itu. Tentulah penalaran harus digunakan untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Jika direnungkan dengan makna matematika yang saya buat, maka ketika orang tua mengajarkan anak aturan berlalu lintas, secara filosofis orang tua sedang mengajarkan matematika. Matematika itu saya sebut Matematika Tanpa Angka karena tidak ada angka di dalam belajar matematika tersebut.
Pelajaran Matematika Pertama adalah Adab dan Akhlak
Para ahli pendidikan sepakat kalau orang yang mempunyai kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional yang tinggi hidupnya akan lebih sukses dari pada orang yang hanya mempunyai kecerdasan intelektual yang tinggi dan manusia akan jauh lebih sukses jika memiliki ketiga kecerdasan itu dalam tingkat tinggi. Adab dan akhlak yang baik yang merupakan wujud kecerdasan spiritual dan emosional yang tinggi. Orang tua yang mengajarkan anaknya adab dan akhlak yang baik sejak kecil, sesungguhnya orang tua tersebut sedang mengajarkan Matematika Tanpa Angka, karena pada pelajaran adab dan akhlak ada aturan-aturan yang harus dipatuhi dan ada penalaran yang digunakan untuk memahami aturan-aturan tersebut sebelum dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan penalaran anak terasah untuk memahami hal yang kongkrit dan tidak kongkrit ketika belajar adab dan akhlak. Ketika penalaran anak terasah maka anak tersebut akan mudah memahami pelajaran matematika (Matematika dengan Angka). Matematika akan lebih mudah dipahami dengan menggunakan penalaran. Jadi belajar adab dan akhlak lebih didahulukan sebelum belajar matematika
Adab dan Akhlak adalah Leluhur Ilmu Pengetahuan
Matematika adalah ratu ilmu pengetahuan menurut Karl Freidrich Gauss. Maka adab dan akhlak pun posisinya lebih tinggi dari matematika karena ia adalah leluhur ilmu Pengetahuan. Oleh karena itu adab dan akhlak adalah yang pertama dan utama yang harus dipelajari manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Syekh Hasan Al-Basri (dalam buku syarah Nashaihul Ibad, Syekh Nawawi Al Bantani) beliau mengatakan Barang siapa tidak punya adab (tata krama) maka ia tidak berilmu, dan barang siapa tidak punya kesabaran berarti ia tidak punya agama, dan barang siapa tidak punya wara’ berarti ia tidak mempunyai kedudukan dekat dengan Allah.
Di Klinik Pendidikan MIPA (KPM), sambil belajar matematika ditanamkan pula adab dan akhlak. Bagi siswa yang beragama Islam dianjurkan melaksanakan 7 sunnah harian seperti puasa senin-kamis, shalat tahajud, shalat dhuha, sedekah, shalat berjamaah, tadarus al Quran dan menjaga wudhu. Bagi yang beragama lain dipersilahkan melaksanakan sesuai ajaran agamanya masing-masing. Banyak hal ajaib yang terjadi. Siswa yang awalnya tidak berprestasi, kemudian sekarang menjadi anak yang diperhitungkan seiring dengan bertambah hapalan Al Qur’annya. Ada anak yang mulai mempunyai prestasi di bidang olahraga karena sudah mulai rajin shalat Dhuha. Bahkan ada anak yang beragama lain ketika anak tersebut mulai rajin berbagi (sedekah), prestasi anak itu pun meningkat. Perlahan tapi pasti murid-murid di KPM menjadi anak-anak berprestasi baik di bidang matematika maupun di bidang lainnya. Ada yang menjadi juara di bidang komputer, bahasa Inggris, lomba menari, pencak silat, taekwondo dll. Uniknya prestasi ini mulai terjadi secara masif dialami oleh para siswa yang menjadikan adab dan akhlak sebagai landasan dalam menuntut ilmu.
“Seharusnya adab dan akhlak menjadi pelajaran wajib di sekolah dan porsinya paling banyak dari pada pelajaran yang lain.” –
Ilmu Menjadi Lebih Bermanfaat
Di Indonesia banyak sarjana yang menganggur karena tidak mampu memanfaatkan ilmunya, atau bisa dikatakan ilmunya tidak bermanfaat atau mungkin tidak ada ilmunya. Bahkan di Indonesia banyak Doktor yang karya-karyanya tidak bisa kita rasakan (seperti ucapan Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada sebuah lembaga pemerintah, bahwa lembaga ini akan hilang ilmunya karena Doktor-doktornya tidak pernah dipakai (Kompas.com 29/7/2015). Bukan karena Doktor-doktor itu bodoh tapi karena ilmunya tidak bermanfaat atau tidak bisa dimanfaatkan. Kenapa hal ini bisa terjadi ? hal ini karena pendidikan di negeri kita saat ini fokus pada segala sesuatu yang bisa dihitung dengan materi tanpa berpikir yang namanya keberkahan. Sehingga efeknya banyak ilmu yang dimiliki oleh orang-orang pintar di Indonesia menjadi tidak bermanfaat. Keberkahan itu ada pada adab dan akhlak yang baik.
Rahasia Kejayaan Islam
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya aku hanya diutus (tidak lain, kecuali) untuk menyempurnakan akhlak”. Setelah direnungkan berdasarkan tulisan yang saya buat, akhlak yang baik tidak hanya membuat manusia secara individu menjadi manusia yang mulia, tetapi sebagai bangsa pun akan menjadi bangsa yang mulia.
Penutup
Semoga dengan memahami ini kita semua sadar bahwa Al Quran adalah sumber dari segala sumber ilmu dan landasan utama dari ilmu. Sehingga dengan mempelajari Al Quran dengan benar, penalaran kita akan terasah dan mudah mempelajari ilmu lain. Oleh karena itu untuk kemajuan bangsa perlu ada sebuah gerakan yang masif untuk menjadi Al Quran sebagai bahan ajar utama dan yang pertama di sekolah-sekolah muslim sebelum para siswanya belajar ilmu yang lain. Al Quran bisa membuat para murid menjadi lebih cerdas karena di dalamnya ada kandungan adab dan akhlak yang merupakan Matematika Tanpa Angka yang harus dipelajari oleh Murid pertama kali. Semoga terlahir pemimpin di Indonesia yang mewujudkan hal itu.
Oleh : Raden Ridwan Hasan Saputra
KOMENTAR